Skip to main content

AKSI BELA KALIMAT TAUHID YANG AKHIRNYA BUBAR



Mendengar kabar akan ada “Aksi Bela Kalimat Tauhid” yang mendatangkan ribuan massa dari berbagai daerah, kami dari berbagai komunitas warga Malang segera melakukan koordinasi. Aksi akan digelar Minggu pagi (28 Oktober 2018) setelah shalat subuh di depan Masjid Jami alun-alun Malang.



Sejak dini hari kami memantau, sekelompok massa sudah mulai berkumpul di alun-alun. Sejumlah personel aparat gabungan telah bersiaga di setiap sudut alun-alun. Sudah terpasang pula spanduk berisi penolakan atas nama warga kota terhadap aksi yang sedari awal tidak diijinkan oleh aparat tersebut. Bahkan sekelompok remaja Aremania pun sudah hadir dengan membawa spanduk yang bernada penolakan juga.




Selepas shalat subuh, walikota Malang Pak Sutiaji turun tangan langsung menyampaikan pesan tegas. Prinsipnya, beliau tidak mengijinkan kota Malang diganggu ketenangannya oleh aksi massa yang jelas mengandung kepentingan politis. Dan beliau meminta agar panitia membatalkan acara dan massa membubarkan diri.

Saat perwakilan penyelenggara diberi kesempatan untuk klarifikasi, dengan mic di tangan dia sempat nyolong peluang melontarkan kalimat penyemangat yang disambut pekik takbir oleh ribuan massa. Pekik takbir dan kalimat tauhid berulang-ulang disuarakan oleh para peserta aksi. Dari pengeras suara milik aparat, terdengar berulang-ulang seorang polwan menyampaikan himbauan agar massa membubarkan diri. Tapi massa tidak menggubrisnya.

Aparat sadar bahwa aksi seperti ini rawan pancingan konflik. Jika saja ada tindakan aparat yang agak ceroboh dalam menangani massa, pastilah kasusnya akan diviralkan dan dipolitisasi. Itulah kenapa aparat terlihat sangat hati-hati.

Saat aku asyik merekam kerumunan massa yang “membandel” itu, salah satu peserta aksi menghampiriku dari belakang.

“Saking pundi, Pak?” (dari mana, Pak?) tanya pria itu.

“Saking Malang mriki mawon,” (dari Malang sini saja) jawabku.

“Kalau aparat sudah terjual, negara sudah habis, nih,” ujarnya lagi.

Tiga dialog itu sempat terekam oleh kameraku. Tapi sayang secara spontan kuhentikan aktifitasku untuk menghormati orang yang sedang mengajakku bicara. Jadi dialog berikutnya tidak sempat terekam (dan sangat kusesali itu). Dialog berikutnya itu kira-kira begini;

“Aparat terjual gimana maksudnya, Pak?” tanyaku.

“Lha ini, cuma orang ngumpul-ngumpul saja kok dibubarkan.”

“Jangan salah, Pak. Orang ngumpul diskusi tema kiri pun selalu dibubarkan, dengan paksa, lagi. Yang lebih parah lagi, tempo hari para aktivis Papua ngumpul malah digebuki. Sampeyan jauh lebih beruntung lho, diminta bubar dengan cara baik-baik dan para aparat bersikap sangat santun kepada kalian.”

Dan orang itu pun ngeloyor pergi begitu saja. Menyebalkan.

Alkisah himbauan ibu Polwan tidak mempan, bahkan diam-diam ada yang memasang sound di tengah alun-alun dan mulai orasi. Massa pun kembali terbakar semangatnya. Melihat ada indikasi para provokator selalu mencuri kesempatan, posisi Bu Polwan digantikan oleh seorang tokoh agama setempat. Dan teknik persuasi beliau ternayata lumayan juga, sebagian massa akhirnya bersedia bubar.

Namun begitu, selama masih ada konsetrasi massa di tengah alun-alun, peluang adanya provokasi masih terbuka. Maka sejumlah elemen warga pun bertindak. Mereka memaksa para peserta aksi yang tersisa untuk segera mengosongkan alun-alun. Kekhawatiran kami terbukti begitu tiba-tiba ada yang menerbangkan puluhan balon udara warna hitam dan putih ke udara. Kami tidak pernah lihat rangkaian balon segede itu masuk area alun-alun. Sepertinya mereka membawa tabung helium sendiri dan mengisinya diam-diam selama massa melakukan aksi. Para peserta aksi yang masih ngotot berada di area alun-alun dan terduga provokator segera diusir dari area oleh warga.

Satu lagi hal yang menarik, yaitu kebiasaan mereka turun aksi sambil membawa anak-anak mereka.

Di tengah aksi, aparat menemukan seorang bocah umur dua tahun yang terpisah dari orangtuanya. Unik sekali, aku yakin si orang tua lebih gigih menggenggam bendera tauhidnya daripada ke anak-anaknya. Buktinya sampai ada balita yang hilang dan si ortu tidak menyadarinya.

Aksi yang rencananya berlangsung hingga jam 8 pagi akhirnya berhasil dibubarkan tanpa terjadi insiden yang berarti. Jam 6 Alun-alun sudah steril dari peserta aksi massa. Aparat keamanan bekerja dengan cukup elok sehingga tidak terpancing beberapa usaha provokasi. Jadi siapapun yang sangat berharap aksi di Malang mengalami insiden yang bisa diviralkan, dia layak kecewa pagi ini.

Jam 6 tepat alun-alun sudah benar-benar clear. Alhamdulillah, kedamaian kota kami masih bisa kita jaga bersama


Sumber : Akun Facebook Aji Prasetyo
Link :

Comments

Popular posts from this blog

PENGALAMANKU MENYUSUP DI HTI

Oleh : Jarot Doso Dua tahun saya bergabung dengan Hizbut Tahrir (HT) Indonesia  untuk penelitian partisipatif secara tersamar. Saya katakan tersamar, sebab hingga saya mundur, saya tidak mengaku sedang meneliti. Saya ikut dibaiat, ikut liqo rutin, ikut kajian-kajiannya, dan disuruh ikut aksi demo. Tapi untuk demo HT, saya selalu menolak ikut dengan pelbagai alasan, karena hal itu akan membuka penyamaran saya di luar. Kebetulan pada saat yang sama, saya juga bergabung dan melakukan penelitian partisipatif di KAMMI, yang secara aspiratif dekat dengan PKS atau Ikhwanul Muslimin (IM) dan acap terlibat persaingan sengit dengan HT di kampus-kampus. Biasanya haram bagi seorang ikhwan (aktivis) HT sekaligus juga seorang ikhwan IM. Saya akhirnya terpaksa mengundurkan diri dari HT karena oleh HT saya ditugasi untuk mendakwahi ihwal sesatnya demokrasi kepada dosen pembimbing saya, Prof. Dr. Afan Gaffar, juga kepada Prof. Dr. Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah. Dua hal yang must

Bershalawat Kepada Nabi Muhammad SAW

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا (رواه مسلم) “ Dari Abi Hurairah Ra, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya ( melimpahkan rahmat) sepuluh kali ”. ( HR. Muslim ) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْم